Rabu, 01 Mei 2013

SEJARAH INDONESIA BARU


PERGANTIAN KEKUASAAN DI INDONESIA
TAHUN 1800

A. Kardiyat Wiharyanto
A. Pendahuluan

Masa penjajahan Belanda di Indonesia dapat dibagi dalam dua
periode yaitu periode tahun 1602 sampai 1799, dan periode tahun 1800
sampai 1942. Periode pertama yaitu antara tahun 1602 sampai 1799,
Indonesia di bawah persekutuan dagang Belanda. Persekutuan dagang
itu dibentuk tahun 1602, dan merupakan hasil penyatuan atau merger
beberapa serikat dagang di Belanda. Serikat dagang ini bernama
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Kepada serikat dagang ini, pemerintah Belanda memberikan
hak-hak istimewa. Hak istimewa tersebut antara lain hak monopoli
perdagangan, hak mencetak uang sendiri, hak mengumumkan perang,
dan hak untuk membuat perjanjian dengan penguasa lain. Dengan
status seperti sebuah negara ini, VOC memiliki otonomi sendiri untuk
bertindak. Untuk mendukung otonomi tersebut, VOC dilengkapi
dengan pasukan bersenjata.
Di Indonesia, VOC pertama kali berpusat di Ambon. Gubernur
Jenderal pertamanya adalah Pieter Both. Di bawah kepemimpinannya,
VOC berhasil menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Namun, itu belum cukup bagi VOC sebab Malaka sebagai pusat
perdagangan di Asia Tenggara masih dikuasai Portugis. Oleh karena itu,
untuk menyingkirkan Portugis, Pieter Both merasa perlu memindahkan
pusat kegiatan VOC dari Ambon ke Jayakarta.
Ketika itu Jayakarta dikuasai Banten. Jayakarta dipilih karena
Portugis telah mendirikan kantor perdagangannya di sana. Selain itu,
letaknya strategis di jalur perdagangan Asia. Setelah mendapat
persetujuan dari Pangeran Jayakarta, VOC mendirikan kantor
dagangnya di Jayakarta. Mereka juga mendirikan benteng bernama
Batavia. Perpindahan pusat VOC ke Jayakarta terjadi pada masa
Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.
Kehadiran VOC di Jayakarta tentu membawa akibat persaingan
antara VOC dan Portugis. Namun dengan kelicikannya, VOC berhasil
mempengaruhi penguasa Banten untuk mencabut hak dagang Portugis
Drs. A.K. Wiharyanto, M.M., adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan
Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
di wilayahnya. Sejak tanggal 31 Mei 1619, VOC memperoleh hak
monopoli penuh atas Jayakarta. Sejak saat itu pula nama Jayakarta
diganti Batavia.
Dari Batavia, VOC terus memperluas pengaruhnya ke wilayah
lain di Indonesia. Dengan kelicikan dan kekuatan militernya, VOC
akhirnya menjadi satu-satunya serikat dagang Eropa yang bisa
menguasai hampir seluruh wilayah nusantara. Perluasan pengaruh
politik VOC umumnya dilakukan dengan perjanjian-perjanjian yang
mengikat. Perjanjian ini dicapai setelah ada konflik, yaitu antara VOC
dengan penguasa setempat, antarpenguasa (salah satu penguasa
kemudian minta bantuan VOC), atau antara VOC dengan serikat
dagang Eropa lainnya.
Sejak menguasai perdagangan di Indonesia, sebenarnya VOC
terus menerus menghadapi perlawanan dari rakyat. Perlawanan
pertama dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram, kemudian Sultan
Hasanudin dari Makasar, Sultan Ageng dari Banten, Untung Suropati,
Trunojoyo, Raden Mas Said, dan Pangeran Mangkubumi. Akibatnya
beban VOC dari waktu ke waktu bertambah berat, sehingga tidak
mampu lagi menjalankan pemerintahannya di Indonesia. Akhirnya
sekitar tahun 1800 terjadi peralihan kekuasaan dari VOC ke pemerintah
Hindia Belanda. Untuk mengetahui sekitar pergantian kekuasaan di
Indonesia tahun 1800, maka pada bagian berikut akan dibahas tentang
latar belakang terjadinya pergantian kekuasaan, dan kondisi Indonesia
setelah terjadi pergantian kekuasaan tahun 1800.
B. Latar Belakang Terjadinya Pergantian Kekuasaan
Seperti diungkapkan di atas bahwa bangsa Belanda datang ke
Indonesia untuk berniaga. Mula-mula terdapat beberapa kongsi dagang
yang menyediakan kapal-kapal, akan tetapi dalam tahun 1602 telah
didirikan suatu Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yaitu
gabungan kongsi-kongsi dagang yang berlayar ke Indonesia atau
Kongsi Dagang India Timur.1 Tujuan pokoknya adalah mencari untung
yang sebesar-besarnya.
Setelah berjalan lebih dari satu setengah abad, ternyata
keuntungan yang diperoleh semakin kecil , kasnya semakin menipis,
sedang anggaran belanja VOC semakin besar. Keadaan tersebut tidak
semakin bertambah baik tetapi justru semakin merosot. Itulah sebabnya
1 Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia, dari Segi Sosiologi Sampai
Akhir Abad XIX, Jakarta, Pradnya Paramita, 1984, hal. 60.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
VOC akhirnya membubarkan diri pada tanggal 31 Desember 1799.2
Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC itu adalah:
1. Sistem monopoli VOC dengan akibat-akibat yang merugikan.
Tujuan monopoli dagang ini adalah untuk memperoleh
keuntungan sebanyak mungkin dari perdagangan. Karena VOC
merupakan sebuah persekutuan dagang yang terdiri dari para
pedagang dan pemegang saham, maka mereka sama sekali tidak
memperhatikan kehidupan atau membuat kebaikan terhadap oarngorang
pribumi. Sistem perdagangan seperti itu melemahkan
perdagangan dan kekuasaan Belanda di Indonesia.
Akibat pemerintah Belanda tidak memperhatikan nasib rakyat
jajahan, maka penduduk pribumi menjadi sangat miskin dan bodoh.
Mereka tidak mampu membeli barang-barang produksi yang dijual oleh
Belanda. Bahkan tidak jarang penduduk pribumi tidak mampu membeli
beras dan bahan-bahan makanan lainnya yang akan dijual oleh Belanda.
Beberapa kebijaksanaan Belanda yang menyebabkan orangorang
Indonesia terus miskin:
a. Membeli murah, menjual mahal.
Belanda selalu membeli hasil bumi orang-orang Indonesia
dengan harga murah, sedangkan bahan-bahan makanan, kain dan
barang-barang lain dijual mahal kepada penduduk. Hal ini
menyebabkan penduduk tanah jajahan terlalu miskin untuk membeli
barang-barang kebutuhan pokok itu. Belanda menjalankan sistem
pembelian dan penjualan ini dengan tujuan untuk memperoleh barangbarang
yang lebih banyak dibanding barang-barang yang dijualnya.
b. Menjaga jumlah barang yang dimonopoli.
Belanda terus berusaha menjaga barang-barang yang dimonopoli
supaya harganya tidak merosot. Peraturan itu mereka jalankan agar
permintaan pasar dan harga tetap seimbang. Jika permintaannya tinggi,
maka pengeluaran dilebihkan dengan syarat harganya tidak jatuh.
Biasanya hasil yang berlebihan dikurangi dengan menebang dan
memusnahkan pohon-pohon, membakar atau mengubur hasil-hasil
yang berlebihan itu supaya harganya tetap tinggi. Misalnya, jika kopi
atau lada sangat dibutuhkan di Eropa, maka orang-orang Indonesia
akan dipaksa menanam lebih banyak pohon-pohon kopi dan lada.
Tanaman-tanaman ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
2 Gilbert Khoo, Sejarah Asia Tenggara Sejak tahun 1500, Kulalumpur, Penerbit
Fajar Bakti SDN.BHD., 1976, hal. 19.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
berbuah. Tetapi apabila sampai waktu bagi tanaman-tanaman ini
berbuah, permintaan terhadapnya mungkin sudah jatuh. Kalau hal itu
terjadi dan gudang-gudangnya masih penuh, maka kopi dan lada yang
berlebihan itu akan dimusnahkan untuk mempertahankan harganya di
Eropa. Sementara itu harga yang dibayar kepada penanam-penaman di
Indonesia dikurangkan pula. Orang-orang Belanda itu sendiri pun tidak
banyak mendapat faedah dari kebijaksanaan monopolinya itu sebab
mereka tidak dapat melakukan monopoli secara optimal. Pedagangpedagang
Arab dan Inggris membanjiri pasar-pasar di Indonesia
dengan kain-kain yang jauh lebih murah dari pada kain-kain Belanda.
Hal ini menyebabkan harga barang-barang yang dijual Belanda menjadi
sangat murah.
Pada pertengahan abad ke-18 barang-barang Belanda dijual
dengan lebih mahal di pasarnya sendiri. Jika kekuasaan Inggris semakin
kuat di India, maka mereka akan memperluas perdagangannya ke
Indonesia pula. Sebelum abad ke-18 berakhir, Belanda terpaksa
mengakui bahwa sistem monopolinya telah gagal.3
c. Kerjapaksa, penyelundupan dan perompakan di laut.
Agar bisa mengontrol secara ketat terhadap hasil yang
berlebihan serta memperoleh tenaga yang murah, maka Belanda
menganut cara pemerintahan di kerajaan-kerajaan tradisional di
Indonesia, yaitu kerja paksa. Kerja paksa yang berlebihan, misalnya
tempatnya jauh dan membutuhkan waktu yang lama, menyebabkan
para petani tidak mungkin mengerjakan tanahnya sendiri. Sewaktu
melakukan kerja paksa itu, para petani itu masih menyediakan
makanannya sendiri, namun juga pernah menerima rangsum dari
pemerintah Belanda.
Monopoli Belanda itu juga menyebabkan terjadinya
penyelundupan dan perompakan di laut. Kedua peristiwa itu sangat
merugikan perdagangan Belanda. Keuntungan yang diperoleh dari
penyelundupan itu sangat besar dibanding dengan bahaya yang
dihadapi. Di sisi lain, angkatan laut Belanda tidak mungkin mengawasi
seluruh perbatasan laut dalam waktu yang sama. Ini berarti bahwa
angkatan laut Belanda tidak cukup untuk mengawal monopoli Belanda.
Biasanya para penyelundup itu juga bertindak seperti bajak laut
yang merompak kapal-kapal Belanda dan merampok kapal-kapal
dagang Indonesia. Belanda kewalahan menghadapi masalah ini karena
angkatan laut Belanda sangat terbatas.
3 Clive Day, The Dutch in Java, Kualalumpur,Offord University Press, 1966, hal. 51.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
d. Menjaga monopoli terhadap tanaman-tanaman.
Di samping menjaga stok barang, Belanda juga menjaga
tanaman-tanaman agar hasilnya tidak melebihi permintaan pasar,
terutama tanaman rempah-rempah di Maluku, gula dari Jawa dan lada
dari Aceh. Untuk menjaga tanaman rempah-rempah di Maluku, Belanda
melakukan pelayaran Hongi yaitu pelayaran bersenjata untuk
memusnahkan tanaman-tanaman rempah-rempah yang dianggap
melanggar aturan.
Di samping biaya pengawasan juga mahal dan menimbulkan
dendam dari penduduk yang dirusak tanamannya, di sisi lain Perancis
dan Inggris menggalakkan penanaman pohon-pohon tersebut di tanah
jajahan mereka. Tidak lama kemudian Sri Lanka dan di India sudah
menghasilkan kayu manis dan bunga cengkih untuk orang-orang
Inggris. Sedangkan tempat pengumpulan rempah-rempah Inggris di
Bangkahulu dapat memperoleh rempah-rempah dari pedagangpedagang
setempat. Dengan demikian VOC sekali lagi mengalami
kerugian.4
2. Cara kerja yang tidak efektif dan efisien.
Pada mulanya VOC itu dimaksudkan sebagai badan
perdagangan semata-mata. Ada bukti yang menunjukkan bahwa ketika
VOC betul-betul menjalankan usaha perdagangan, VOC mendapat
keuntungan yang secukupnya. Tetapi setelah VOC itu berubah menjadi
badan pemerintah, maka anggaran pemerintahan atas seluruh wilayah
kekuasaannya melebihi keuntungan yang diperoleh. Oleh karena
susunannya tidak baik, maka timbullah beberapa keburukan yang
menyebabkan kerugian yang besar. Pegawai-pegawainya diangkat
berdasarkan keinginan para pejabat VOC sehingga tidak berdasarkan
profesinya.
Pegawai-pegawai yang tidak the raight man on the raight place
tersebut hanya diberi gaji kecil dan diberi kesempatan untuk
memperoleh tambahan gaji secara tidak resmi. Akibatnya terjadilah
perdagangan pribadi dari pegawai yang paling rendah sampai
Gubernur Jenderal.
Sementara pegawai-pegawai dan pejabat-pejabat VOC
memperoleh banyak penghasilan, namun tidak seperti halnya dengan
rakyat jajahan. Bagi pejabat VOC yang penting adalah bisa bersahabat
dengan raja-raja setempat supaya memperoleh monopoli perdagangan.
4 Gilbert Khoo, op. cit., hal. 20.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Itulah sebabnya perlawanan rakyat Indonesia tidak henti-hentinya
sambung-menyambung mulai dari perlawanan Sultan Agung, Sultan
Hasanudin, Trunajaya, Sultan Ageng, Untung Surapati, Raden Mas Said,
dan Pangeran Mangkubumi.
Dengan adanya perlawanan dan penaklukan daerah-daerah baru
menyebabkan kas VOC semakin berkurang. Namun gaji yang rendah
juga mendorong terjadinya korupsi besar-besaran sehingga keuntungan
VOC semakin habis. Jadi, para pegawai VOC semakin memperkaya diri
sementara keuntungan VOC hanya cukup untuk mempertahankan
kongsi dagang tersebut.
Ada beberapa cara bagi para pegawai VOC untuk memperkaya
diri, yaitu:
a. Karena jabatan-jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi
dapat dibeli, maka pegawai-pegawai VOC itu dapat memegang
dua jabatan atau lebih supaya gajinya lebih besar.
b. Pegawai-pegawai VOC menjual barang-barang kepada VOC
dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang dibayar
kepada orang Indonesia.
c. Mereka mencuri barang-barang dari gudang-gudang VOC dan
membagi-bagikan barang-barang yang akan dikirim itu kepada
sesama pegawai VOC.
d. Sewaktu akan mengirim barang, timbangan-timbangan dilakukan
secara tidak betul sehingga terjadi sisa barang yang kemudian
dijadikan milik pribadi.
e. Para pegawai itu berdagang barang-barang seperti beras dan
candu yang telah ditetapkan oleh VOC sebagai barang-barang
dagangan monopoli VOC.
f. Mereka memungut sumbangan dari orang-orang Indonesia.
g. Mereka menerima tips untuk pertolongan yang mereka berikan,
walaupun sebenarnya itu tugas mereka.
h. Mereka mempergunakan kemudahan-kemudahan VOC untuk
menjalankan perdagangan pribadi.
i. VOC mendapat bagian dari sisa-sisa yang telah dikorupsi oleh
para pegawai. Pegawai-pegawai itu bersekongkol dengan orangorang
Indonesia untuk mengelabui VOC.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
3. Saingan Perdagangan
Mula-mula Belanda menghadapi persaingan Portugis dan
Inggris. Perdagangan Portugis akhirnya dapat dilumpuhkan, sehingga
tinggal berbentuk perdagangan perorangan dan tidak membahayakan
lagi. Sedangkan Inggris yang pada awalnya dapat didesak, namun
karena menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, maka akhirnya
justru menjadi pesaing Belanda yang utama dari Eropa.
Pedagang-pedagang Inggris dan pedagang-pedagang Asia dapat
masuk ke kawasan-kawasan perdagangan VOC. Mereka menawarkan
harga-harga barang yang lebih murah, sehingga membahayakan
perdagangan Belanda. Karena itu Belanda berusaha keras agar Inggris
tidak memiliki wilayah perdagangan di Indonesia, akibatnya baru tahun
1795 Inggris memperoleh kedudukan di pulau Penang.
Di samping Inggris, orang-orang Bugis dengan pusat
perdagangannya di Riau juga menjadi saingan yang hebat terhadap
perdagangan Belanda. Perselisihan-perselisihan politik yang disebabkan
oleh keikutsertaaan Belanda di pihak Perancis dalam Perang
Kemerdekaan Amerika (1774-1783), mengakibatkan semakin
terancamannya kedudukan Belanda di Indonesia oleh Inggris.
Pertempuran-pertempuran laut antara gabungan Inggris-Belanda
melawan Perancis dalam tahun 1780-1784 semakin memperberat beban
keuangan yang ditanggung Belanda.
4. Kemerosotan Perdagangan VOC
Kemerosotan ini tentu saja disebabkan oleh persaingan dari
pedagang-perdagang lain dan juga sebagai akibat dari keburukan sistem
monopoli VOC. Clive Day berpendapat bahwa saingan perdagangan
merupakan sebab utama kemerosotan perdagangan VOC dalam abad
ke-18.5
Adapun sebab lain yang menyebabkan kemerosotan
perdagangan VOC itu adalah sistem monopoli. Perdagangan VOC
mulai merosot dengan hebatnya pada permulaan abad ke-18, yaitu
sewaktu Belanda memperoleh kekuasaan yang semakin luas di
Indonesia sehingga mengubah dirinya dari dagang ke politik. Apabila
VOC tetap pada tujuan aslinya yaitu dagang (membeli dan menjual di
pasar-pasar terbuka), maka uangnya tidak habis untuk membiayai
pemerintahan dan peperangan.
Pada pertengahan abad ke-18, Belanda di Jawa hampir-hampir
5 Clive Day, op. cit., hal. 77
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
sudah gulung tikar, karena kehabisan kas. Untuk menghadapi bahaya
kebangkrutan itu, Belanda meningkatkan usaha pengangkutan dan
menggalakkan simpanan untuk meningkatkan modal agar mampu
membiayai perdagangan internasional. Dengan demikian uang mulai
terkumpul kembali.
Sistem pengangkutan dan simpanan ini didasarkan kepada
kenyataan bahwa Belanda ialah tuan bagi orang-orang Indonesia dan
mereka memerlukan tanaman-tanaman tertentu untuk dijual di pasarpasar
lain. Dengan demikian rakyat dipaksa menjual hasil yang tertentu
tiap-tiap tahun kepada Belanda. Hasil-hasil itu dibayar dengan harga
yang rendah dan yang ditentukan oleh VOC.
Rakyat Indonesia juga terpaksa membiarkan sebagian dari
tanaman mereka tiap-tiap tahun sebagai upeti. Penyerahan paksa yang
mereka namakan simpanan itu ditentukan besarnya. Sistem ini sangat
menguntungkan VOC, tetapi mengundang kebencian rakyat.
Sementara itu barang-barang impor yang dimasukkan Belanda
ke Indonesia, seperti kain, yang diharapkan akan terjual, ternyata rakyat
tidak mampu membelinya lantaran daya beli yang sangat lemah.
Akibatnya, perdagangan Belanda semakin kecil sementara kekuasaan
politik mereka semakin bertambah besar.
5. Besarnya biaya untuk menghadapi perlawanan-perlawanan rakyat.
Pada waktu keuntungan semakin berkurang dan biaya
pemerintahan semakin bertambah, VOC harus menghadapi
perlawanan-perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia. Kondisi
keuangan Belanda yang paling rendah terjadi pada pertengahan abad
ke-18. Oleh karena itu perlawanan Bugis di Riau tahun 1783-1784
hampir dapat mengusir Belanda dari kota Malaka. Kota Malaka dapat
diselamatkan oleh pasukan van Braam yang tiba tepat pada waktunya.
Peperangan dengan Mataram, Banten, Makasar, bahkan juga
campur tangan Belanda dalam perang perebutan tahta di Mataram
sampai tiga kali, terutama perang melawan Raden Mas Said dan
Pangeran Mangkubumi, menelan banyak biaya. Beban keuangan itu
semakin diperparah apabila perlawanan tersebut muncul bersamaan,
seperti perang perebutan tahta di Jawa dan di Banten.
6. Pembagian keuntungan yang mengecewakan terhadap pemegang
saham
Dalam membagikan keuntungan kepada para pemegang saham
dalam kongsi dagang Belanda itu berlangsung secara tidak transparan.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Hal ini terpaksa dilakukan oleh VOC karena kongsi dagang itu berusaha
untuk menyehatkan kembali keuangannya sehingga dapat melepaskan
diri dari kebangkrutan.
Dalam pembagian keuntungan itu, kadang-kadang VOC
memberikan keuntungan 50% dari modalnya pada saat kongsi itu tidak
mendapat untung. Kebijakan itu menyebabkan para pemegang saham
menyangka bahwa VOC adalah kongsi dagang yang menguntungkan
bagi penanam modal.
Sewaktu perdagangan VOC mendapat sedikit keuntungan, para
pemegang saham itu justru tidak diberi apa-apa. Akibatnya
ketidaktransparanan itu mengundang penafsiran bahwa VOC menipu
para pemegang saham. Ternyata dengan memberikan keuntungan yang
besar pada saat VOC merugi dan akibatnya hutang VOC semakin besar.
7. Perang Inggris-Belanda dan Perancis 1780-1784
Permusuhan Inggris-Belanda dan Perancis dalam tahun 1780-
1784 ternyata merupakan pukulan yang terakhir terhadap keuangan
VOC. Perdagangan Belanda terhenti di semua kawasan akibat
pengepungan Angkatan Laut Inggris yang sangat kuat, bahkan VOC
terblokade. Sebagai akibat pula, maka dana yang dikeluarkan untuk
menghadapi Inggris itu terlampau besar untuk ditanggung oleh kongsi
dagang yang sedang pailit itu.
Menurut Harrison, VOC tidak pernah pulih dari penderitaan
perang tahun 1780-1784 itu. Dalam peperangan ini, pengiriman barangbarang
dengan kapal-kapal pedagang Belanda tidak dapat lagi
dilakukan karena hancurnya angkatan laut Belanda dalam pertempuran
di Dogger Bank pada tahun 1781.6
Sebab-sebab merosotnya dan jatuhnya VOC mengambil waktu
yang lama. Benih kemerosotan itu mengambil waktu 100 tahun untuk
akhirnya meruntuhkan kekuasaan imperium perdagangan Belanda.
Kritikan-kritikan yang hebat terhadap pelaksanaan monopoli itu baru
mulai timbul dalam tahun 1774. Tetapi oleh karena tidak ada jalan lain
lagi untuk memperoleh penghasilan yang tetap, maka sistem monopoli
itu terus dilanjutkan.
Bertolak dari sistem yang dijalankan itu, maka para pakar
berpendapat bahwa Belanda dengan VOC-nya bukan penjajah yang
kejam tetapi loba dan tamak. Keruntuhan VOC terus berproses akibat
buruknya pemerintahan dan perdagangan VOC akibat saingan dari
6 Brian Harrison, South-East Asia: a short History, New York, Macmillan, 1954,
hal. 154.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
lawan-lawannya. Namun menurut J.F. Cady, sebab utama keruntuhan
VOC itu adalah kemerosotan atau penurunan taraf kerja pegawaipegawainya.
7
Sementara itu pakar sejarah Asia Tenggara yang lain banyak
yang berpendapat bahwa sebab-sebab jatuhnya VOC yang utama karena
VOC gagal memperoleh keuntungan yang cukup untuk membiayai
perluasan wilayah. Hal ini bisa kita runut dari pendapat Harrison yang
menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh tidak pernah melebihi
biaya yang dikeluarkan. 8
Beberapa sebab yang menyebabkan kongsi dagang Belanda itu
mengalami kebangkrutan memang saling kait-mengkait. Jika dicoba
untuk dicari sebab utama kejatuhan VOC itu, maka banyak persoalan
baru yang muncul, ibarat menjawab pertanyaan: mana yang lebih dulu
ada, telur atau ayam?
Jatuhnya VOC itu juga menyebabkan penderitaan bagi para
penanam tanaman ekspor di Indonesia. Sebab dengan jatuhnya VOC itu
maka berubah pula sistem politik dan ekonomi di Indonesia. Para
penghasil tanaman ekspor harus mengikuti perubahan-perubahan harga
yang cenderung merosot. Keadaan ini menimbulkan kemerosotan
ekonomi yang hebat di kemudian hari.
Sesungguhnya pada pertengahan abad ke-18 Gubernur Jenderal
Gustaaf van Imholf melakukan usaha-usaha untuk mencegah
kemerosotan ekonomi itu. Ia mengusulkan agar perdagangan dalam
negeri dan perdagangan Asia dibuka untuk pedagang-pedagang
perorangan dengan Batavia sebagai pusatnya. VOC itu bisa
mendapatkan uang dengan memungut cukai terhadap kapal dagang
dan barang-barang yang dibawa ke situ. Di samping itu, pada tahun
1745 didirikan Persatuan Candu guna mencegah penyelundupan candu,
kemudian juga dilakukan perluasan perladangan di kawasan tanah
tinggi Betawi guna menolong peladang sekaligus menambah masukan
bagi VOC.
Dalam perkembangannya, rencana van Imholf tersebut gagal
karena meletusnya perlawanan Mangkubumi dan Raden Mas Said
(1749-1757), serta Perang Banten. Setelah perang selesai, tahun 1757
Belanda melanjutkan usahanya lagi, yaitu dengan membina hubungan
yang baik dengan raja-raja agar bisa kerjasama dengan mereka.
Penanaman kopi dan tebu digalakkan, kemudahan-kemudahan
7 J.F. Cady, South-East Asia Its Historical Development, New York, McGraw-Hill,
1964, hal. 228.
8 Brian Harrison, op. cit., hal.164.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
pengangkutan dimajukan, dan pegawai-pegawai VOC dinaikkan
gajinya. Tetapi hutangnya bertambah karena VOC membayar
keuntungan yang tinggi sedangkan kongsi itu tidak mampu berbuat
begitu, sementara beberapa peperangan dengan raja-raja semakin
menguras keuangannya.
Peperangan-peperangan Napoleon di Eropa mengakibatkan
perubahan pemerintahan di Nederland. Pada saat itu ternyata VOC
sudah tidak dapat lagi melunasi hutangnya dan sedang porak-poranda
pula. Hutangnya berjumlah 134 juta gulden. Akibatnya pada tanggal 31
Desember 1799 VOC pun dibubarkan. Kekuasaan terhadap semua tanah
jajahannya diambilalih oleh Kerajaan Belanda.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah
Belanda ( Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai
pemerintah kolonial Belanda tersebut. Hutang VOC juga menjadi
tanggungan pemerintah Belanda. Dengan demikian sejak 1 Januari 1800
Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia
disebut Hindia Belanda.
C. Indonesia Setelah Pergantian Kekuasaan
Setelah Indonesia menjadi Hindia Belanda, maka pemerintah
Belanda mengangkat seorang Gubernur Jenderal di Hindia Belanda,
yaitu van Overstraten. Ia berhasil menangkis serangan Inggris yang
dipimpin Admiral Ball. Hal ini berkat bantuan raja-raja Jawa. Namun
ancaman Inggris semakin meningkat.
Kalau kepentingan-kepentingan Belanda pada masa VOC
terbatas pada kepentingan perdagangan, maka dalam periode ini
Belanda mulai mengutamakan kepentingan politik. Belanda merebut
supremasi perdagangan dari orang-orang Portugis, teristimewa
perdagangan monopoli rempah-rempah. Kepentingan agama dan
ekonomi membawa orang-orang Portugis ke dunia Timur, tetapi tidak
lama kemudian kepentingan perdagangan menjadi lebih utama
daripada kepentingan agama, dan dengan kedatangan orang-orang
Belanda perdagangan itu menjadi tujuan yang utama.
Keinginan akan monopoli mendorong VOC melakukan
penaklukan-penaklukan untuk merebut perdagangan rempah-rempah.
Tujuan utama mengkonsentrasi perdagangan rempah-rempah itu
lambat laun bergeser menjadi mengembangkan perkebunanperkebunan
besar yang hasilnya sangat laku di pasaran Eropa, seperti
kopi, teh, gula, lada dan lain-lain.
Sistem eksploitasi dan monopoli tetap dipertahankan sewaktu
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
pemerintah Belanda mengambil alih administrasi VOC. Sampai
pertengahan abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda memang masih
menganggap perdagangan sebagai kepentingan fundamental,
sedangkan kepentingan politik dan militer dianggap kurang esensial.9
Dalam kaitan dengan permasalahan tersebut ada dua soal yang
perlu diterangkan. Pertama, dalam periode sebelum tahun 1850
ekspansi Belanda dapat disamakan dengan kolonialisme dalam arti
marxistis, karena ada akumulasi modal dan kelebihan produksi di
Negeri Belanda. Kedua, politik kolonial Belanda sesudah tahun 1850
harus diterangkan tidak hanya dari segi motif ekonomis saja, tetapi sifat
dan sebab-sebabnya harus juga dipelajari dari segi perluasan militer,
perluasan pegawai, perluasan politik dan agama, masing-masing
sebagai faktor penentu atau faktor pembantu.
Motif-motif ekonomis memang menguasai politik kolonial
Belanda, tetapi ini tidak berarti bahwa faktor-faktor lainnya boleh
diabaikan. Bahkan sebaliknya, beberapa faktor menunjukkan bahwa
sejarah imperialisme Belanda adalah manifestasi-manifestasi dari
idealisme politik dan agama.
Mereka yang berusaha menerangkan imperialisme Belanda
biasanya terperosok ke dalam kategori kaum diterminis ekonomis yang
berpendapat, bahwa kapitalisme adalah satu-satunya manifestasi yang
terorganisasi dari rezim kapitalis. Tidak dapat disangkal, bahwa
memang ada hubungan fungsional antara kekuatan ekonomis dan
politis, dan jelas bahwa perubahan-perubahan dan orientasi-orientasi
baru pada politik kolonial Belanda itu sesuai dengan terjadinya
tingkatan-tingkatan baru pada perkembangan ekonomi di Negeri
Belanda. Tetapi tidak boleh diabaikan, bahwa negarawan-negarawan
Belanda yang memegang pimpinan pandangan mereka tidak selalu
ditujukan kepada kepentingan-kepentingan ekonomis. Mereka itu
merupakan suatu mata rantai antara pelaksanaan yang senyatanya dari
suatu politik yang sudah tertentu, dan kecenderungan-kecenderungan
politik, ekonomi, dan sosial yang umum pada dewasa itu.
Dalam mendeskripsi pemerintah kolonial Belanda antara tahun
1800-1830, maka ada empat macam bidang garap yang dilakukannya.
Kecuali faktor ekonomi, fator-faktor lainnya adalah faktor politik, agama
dan sosial. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa liberalisme,
humanisme, kristianisme ikut serta dalam membentuk politik kolonial
9 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Koloniialisme sampai Nasionalisme, jilid 2, Jakarta, PT Gramedia,
1990, hal. 4.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Belanda saat itu. Sudah cukup jelas sebab-sebab yang kompleks dari
imperialisme Belanda, sehingga pendekatan multidimensional sangat
diperlukan dalam studi kita tentang imperialisme Belanda tersebut.10
Sifat-sifat pokok dari politik kolonial Belanda dapat dicari
dengan jalan mempergunakan ukuran analisis lain dan dengan jalan
memperbandingkan dengan imperialisme negara-negara Eropa lainnya.
Belanda membutuhkan hasil-hasil daerah tropis dan mendapatkannya
harus secara pemungutan upeti, karena pada bagian pertama dari abad
ke-19 mereka tidak mempunyai barang-barang untuk diperjualbelikan.
Sebaliknya orang-orang Inggris, mereka ingin menjual kain-kain tenun.
Kain-kain ini sebagai hasil dari Revolusi Industri, di Asia dapat
diperjualbelikannya dengan harga yang lebih murah daripada kain
tenun buatan penduduk pribumi.
Perbedaan fungsi tanah-tanah jajahan itu berakar pada
perbedaan kondisi-kondisi ekonomis dari negeri-negeri induknya. Bagi
Inggris, dengan industrinya yang sudah maju, perdagangan lebih
menguntungkan dari pemungutan upeti, dan tanah-tanah jajahan
dianggap sebagai pasar yang menguntungkan.
Belanda, setelah didominasi oleh Perancis selama dua puluh
tahun, tidak mempunyai industri dan modal. Tanah jajahannya
dianggap sebagai penghasil barang-barang ekspor yang dibutuhkan
untuk perdagangannya. Pada penghabisan abad ke-19 politik ini diganti
dengan politik kesejahteraan, karena kepenttingan-kepentingan
perdagangan ingin menciptakan suatu pasar di tanah jajahan dengan
daya beli yang cukup besar.
Bertolak dari pembahasan tersebut di atas, jelaslah bahwa
kepentingan-kepentingan di Indonesia sebagai tanah jajahan tergantung
pada negeri induk, tidak menjadi soal politik kolonial apakah yang
berlaku. Hanya mengenai caranya mencapai tujuan ada perbedaan
antara ide dan politik Belanda, bahwa daerah-daerah taklukan harus
memberi keuntungan material bagi Belanda, keuntungan yang memang
menjadi tujuan penaklukannya.
Pendapat umum tentang tanah jajahan memang membenarkan,
bahwa negeri induk itu mempunyai hak moral untuk menikmati segala
keuntungan sebagai upah memerintah tanah jajahannya. Orang
beranggapan bahwa surplus yang besar bagi perbendaharaan negeri
induk adalah sesuai dengan kepentingan yang pokok dan permanen
dari tanah-tanah jajahan.
Ideologi-ideologi politik yang besar di Eropa pada abad ke-19
10 Ibid, hal. 5.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
sangat berpengaruh pada imperilaisme dan politik kolonial Belanda.
Liberalisme mulai berkembang di negeri Belanda pada periode sesudah
Napoleon dan berhasil mengubah struktur politik pada kira-kira
pertengahan abad itu.
Dalam masa empat puluh tahun berikutnya lahirlah politik
kolonial yang lazim disebut politik kolonial liberal. Menjelang
berakhirnya abad itu, sosialisme tumbuh sebagai kekuatan baru dalam
politik Belanda dan segera tampil sebagai pendekar antikolonialisme.
Di dalam menyerang imperilisme, kritik mereka berbeda sekali
dengan kritik kaum liberal. Pada pokoknya kaum sosialis mengutuk
semua politik imperialisme sebagai alat kapitalisme, sedang kritik-kritik
kaum liberal hanya mengenai detail-detail dari politik kolonial.
Posisi Negeri Belanda di dalam percaturan politik internasional
mempunyai arti penting. Dapat dikatakan, bahwa karena perlindungan
Inggrislah Belanda dapat mempertahankan posisinya di tanah seberang.
Hal ini membawa akibat, Inggris dengan leluasa dapat mendesakkan
sistem perdagangan bebas dan politik pintu terbuka untuk berdagang
dan membuka perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Akhirnya, issue ekspansi kolonial pada semua kekuasaan
kolonial sebenarnya adalah soal dari partai-partai politik dan taktiktaktik
parlementer. Kerap kali persoalan kolonial itu bertautan dengan
persoalan-persoalan lain. Sudah jelas bahwa pada abad ke-19 di Negeri
Belanda opini umum dianggap sebagai hal yang benar. Ketidaktahuan
rakyat tentang tanah-tanah jajahan bukanlah hal yang aneh dan orang
tidak boleh berharap bahwa mereka akan menaruh perhatian kepada
negeri-negeri asing yang ada di luar pengetahuannya.
Menyimak proses pemerintah kolonial Belanda di Indonesia
awal abad ke-19, terbukti bahwa golongan idealis dan segolongan
rakyat yang mempunyai kepentingan di tanah-tanah jajahan sangat
berperan dalam pemerintahan. Kedua golongan itu mempunyai
pengaruh politik, oleh karena ikut menentukan dalam membentuk
sebagian besar politik kolonial.
D. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka tampaklah bahwa latar
belakang terjadinya pergantian kekuasaan karena VOC bangkrut.
Karena itu pada tahun 1800 di Indonesia telah terjadi pergantian
kekuasaan dari tangan VOC ke tangan pemerintah Belanda. Mulai tahun
1800 itu pula Indonesia dikuasai langsung oleh Pemerintah Belanda,
sehingga Indonesia dikenal sebagai Hindia Belanda. Sejak itu kekayaan
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
atau bahkan hutang-hutang VOC diambil alih oleh Pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda melanjutkan politik tradisional VOC dengan tujuan
memperoleh penghasilan sebagai upeti dan laba perdagangan,
semuanya demi keuntungan Negeri Belanda, dengan cara politik dan
administrasi VOC dijalankan suatu sistem pemerintahan tidak langsung,
pembesar-pembesar pribumi tetap mengurusi perkara-perkara pribumi
dan agen-agen Belanda dikuasakan mengawasi tanaman wajib yang
hasilnya untuk pasaran Eropa.
Dengan sendirinya penyelewengan-penyelewengan yang
terdapat pada sistem ini tidak dapat dihindari, misalnya, permintaan
pegawai-pegawai Belanda yang melampaui batas atau pemerasan dari
pembesar-pembesar pribumi. Sejak semula politik kolonial konservatif
ini sudah mendapat kritikan pedas dari golongan liberal, yang
menganjurkan suatu sistem pemerintahan secara langsung berdasarkan
prinsip liberal dan perdagangan serta inisiatif swasta.
Politik kolonial liberal yang digelar sejak 1 Januari 1800
dijalankan oleh Gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal
Daendels. Sedangkan sistem liberal baru mendapat kesempatan untuk
pertama kalinya pada zaman Raffles (Inggris) yang hanya berlangsung
selama 5 tahun (1811-1816), sebab setelah itu Indonesia dikuasai kembali
oleh Belanda.
Daftar Pustaka
Cady, J.F., South East Asia a History Development, New York, Mc Graw
Hill, 1964.
Day, Clive, The Dutchin Java, Kualalumpur, Oxford University Press,
1966
Harrison, Brian, South East Asia a Short History, New York, Macmillan,
1954.
Khoo, Gilbert, Sejarah Asia Tenggara Sejak 1500, Kualalumpur, penerbit
Fajar Bakti, SDN BHD, 1976
Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Sosiologis
Sampai akhir Abad XIX, Jakarta, Pradnya Paramita, 1984.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, Jakarta, PT
Gramedia, 1980.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
~~~~~
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007PERGANTIAN KEKUASAAN DI INDONESIA
TAHUN 1800
A. Kardiyat Wiharyanto
A. Pendahuluan
Masa penjajahan Belanda di Indonesia dapat dibagi dalam dua
periode yaitu periode tahun 1602 sampai 1799, dan periode tahun 1800
sampai 1942. Periode pertama yaitu antara tahun 1602 sampai 1799,
Indonesia di bawah persekutuan dagang Belanda. Persekutuan dagang
itu dibentuk tahun 1602, dan merupakan hasil penyatuan atau merger
beberapa serikat dagang di Belanda. Serikat dagang ini bernama
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Kepada serikat dagang ini, pemerintah Belanda memberikan
hak-hak istimewa. Hak istimewa tersebut antara lain hak monopoli
perdagangan, hak mencetak uang sendiri, hak mengumumkan perang,
dan hak untuk membuat perjanjian dengan penguasa lain. Dengan
status seperti sebuah negara ini, VOC memiliki otonomi sendiri untuk
bertindak. Untuk mendukung otonomi tersebut, VOC dilengkapi
dengan pasukan bersenjata.
Di Indonesia, VOC pertama kali berpusat di Ambon. Gubernur
Jenderal pertamanya adalah Pieter Both. Di bawah kepemimpinannya,
VOC berhasil menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Namun, itu belum cukup bagi VOC sebab Malaka sebagai pusat
perdagangan di Asia Tenggara masih dikuasai Portugis. Oleh karena itu,
untuk menyingkirkan Portugis, Pieter Both merasa perlu memindahkan
pusat kegiatan VOC dari Ambon ke Jayakarta.
Ketika itu Jayakarta dikuasai Banten. Jayakarta dipilih karena
Portugis telah mendirikan kantor perdagangannya di sana. Selain itu,
letaknya strategis di jalur perdagangan Asia. Setelah mendapat
persetujuan dari Pangeran Jayakarta, VOC mendirikan kantor
dagangnya di Jayakarta. Mereka juga mendirikan benteng bernama
Batavia. Perpindahan pusat VOC ke Jayakarta terjadi pada masa
Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.
Kehadiran VOC di Jayakarta tentu membawa akibat persaingan
antara VOC dan Portugis. Namun dengan kelicikannya, VOC berhasil
mempengaruhi penguasa Banten untuk mencabut hak dagang Portugis
Drs. A.K. Wiharyanto, M.M., adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan
Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
di wilayahnya. Sejak tanggal 31 Mei 1619, VOC memperoleh hak
monopoli penuh atas Jayakarta. Sejak saat itu pula nama Jayakarta
diganti Batavia.
Dari Batavia, VOC terus memperluas pengaruhnya ke wilayah
lain di Indonesia. Dengan kelicikan dan kekuatan militernya, VOC
akhirnya menjadi satu-satunya serikat dagang Eropa yang bisa
menguasai hampir seluruh wilayah nusantara. Perluasan pengaruh
politik VOC umumnya dilakukan dengan perjanjian-perjanjian yang
mengikat. Perjanjian ini dicapai setelah ada konflik, yaitu antara VOC
dengan penguasa setempat, antarpenguasa (salah satu penguasa
kemudian minta bantuan VOC), atau antara VOC dengan serikat
dagang Eropa lainnya.
Sejak menguasai perdagangan di Indonesia, sebenarnya VOC
terus menerus menghadapi perlawanan dari rakyat. Perlawanan
pertama dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram, kemudian Sultan
Hasanudin dari Makasar, Sultan Ageng dari Banten, Untung Suropati,
Trunojoyo, Raden Mas Said, dan Pangeran Mangkubumi. Akibatnya
beban VOC dari waktu ke waktu bertambah berat, sehingga tidak
mampu lagi menjalankan pemerintahannya di Indonesia. Akhirnya
sekitar tahun 1800 terjadi peralihan kekuasaan dari VOC ke pemerintah
Hindia Belanda. Untuk mengetahui sekitar pergantian kekuasaan di
Indonesia tahun 1800, maka pada bagian berikut akan dibahas tentang
latar belakang terjadinya pergantian kekuasaan, dan kondisi Indonesia
setelah terjadi pergantian kekuasaan tahun 1800.
B. Latar Belakang Terjadinya Pergantian Kekuasaan
Seperti diungkapkan di atas bahwa bangsa Belanda datang ke
Indonesia untuk berniaga. Mula-mula terdapat beberapa kongsi dagang
yang menyediakan kapal-kapal, akan tetapi dalam tahun 1602 telah
didirikan suatu Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yaitu
gabungan kongsi-kongsi dagang yang berlayar ke Indonesia atau
Kongsi Dagang India Timur.1 Tujuan pokoknya adalah mencari untung
yang sebesar-besarnya.
Setelah berjalan lebih dari satu setengah abad, ternyata
keuntungan yang diperoleh semakin kecil , kasnya semakin menipis,
sedang anggaran belanja VOC semakin besar. Keadaan tersebut tidak
semakin bertambah baik tetapi justru semakin merosot. Itulah sebabnya
1 Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia, dari Segi Sosiologi Sampai
Akhir Abad XIX, Jakarta, Pradnya Paramita, 1984, hal. 60.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
VOC akhirnya membubarkan diri pada tanggal 31 Desember 1799.2
Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC itu adalah:
1. Sistem monopoli VOC dengan akibat-akibat yang merugikan.
Tujuan monopoli dagang ini adalah untuk memperoleh
keuntungan sebanyak mungkin dari perdagangan. Karena VOC
merupakan sebuah persekutuan dagang yang terdiri dari para
pedagang dan pemegang saham, maka mereka sama sekali tidak
memperhatikan kehidupan atau membuat kebaikan terhadap oarngorang
pribumi. Sistem perdagangan seperti itu melemahkan
perdagangan dan kekuasaan Belanda di Indonesia.
Akibat pemerintah Belanda tidak memperhatikan nasib rakyat
jajahan, maka penduduk pribumi menjadi sangat miskin dan bodoh.
Mereka tidak mampu membeli barang-barang produksi yang dijual oleh
Belanda. Bahkan tidak jarang penduduk pribumi tidak mampu membeli
beras dan bahan-bahan makanan lainnya yang akan dijual oleh Belanda.
Beberapa kebijaksanaan Belanda yang menyebabkan orangorang
Indonesia terus miskin:
a. Membeli murah, menjual mahal.
Belanda selalu membeli hasil bumi orang-orang Indonesia
dengan harga murah, sedangkan bahan-bahan makanan, kain dan
barang-barang lain dijual mahal kepada penduduk. Hal ini
menyebabkan penduduk tanah jajahan terlalu miskin untuk membeli
barang-barang kebutuhan pokok itu. Belanda menjalankan sistem
pembelian dan penjualan ini dengan tujuan untuk memperoleh barangbarang
yang lebih banyak dibanding barang-barang yang dijualnya.
b. Menjaga jumlah barang yang dimonopoli.
Belanda terus berusaha menjaga barang-barang yang dimonopoli
supaya harganya tidak merosot. Peraturan itu mereka jalankan agar
permintaan pasar dan harga tetap seimbang. Jika permintaannya tinggi,
maka pengeluaran dilebihkan dengan syarat harganya tidak jatuh.
Biasanya hasil yang berlebihan dikurangi dengan menebang dan
memusnahkan pohon-pohon, membakar atau mengubur hasil-hasil
yang berlebihan itu supaya harganya tetap tinggi. Misalnya, jika kopi
atau lada sangat dibutuhkan di Eropa, maka orang-orang Indonesia
akan dipaksa menanam lebih banyak pohon-pohon kopi dan lada.
Tanaman-tanaman ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
2 Gilbert Khoo, Sejarah Asia Tenggara Sejak tahun 1500, Kulalumpur, Penerbit
Fajar Bakti SDN.BHD., 1976, hal. 19.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
berbuah. Tetapi apabila sampai waktu bagi tanaman-tanaman ini
berbuah, permintaan terhadapnya mungkin sudah jatuh. Kalau hal itu
terjadi dan gudang-gudangnya masih penuh, maka kopi dan lada yang
berlebihan itu akan dimusnahkan untuk mempertahankan harganya di
Eropa. Sementara itu harga yang dibayar kepada penanam-penaman di
Indonesia dikurangkan pula. Orang-orang Belanda itu sendiri pun tidak
banyak mendapat faedah dari kebijaksanaan monopolinya itu sebab
mereka tidak dapat melakukan monopoli secara optimal. Pedagangpedagang
Arab dan Inggris membanjiri pasar-pasar di Indonesia
dengan kain-kain yang jauh lebih murah dari pada kain-kain Belanda.
Hal ini menyebabkan harga barang-barang yang dijual Belanda menjadi
sangat murah.
Pada pertengahan abad ke-18 barang-barang Belanda dijual
dengan lebih mahal di pasarnya sendiri. Jika kekuasaan Inggris semakin
kuat di India, maka mereka akan memperluas perdagangannya ke
Indonesia pula. Sebelum abad ke-18 berakhir, Belanda terpaksa
mengakui bahwa sistem monopolinya telah gagal.3
c. Kerjapaksa, penyelundupan dan perompakan di laut.
Agar bisa mengontrol secara ketat terhadap hasil yang
berlebihan serta memperoleh tenaga yang murah, maka Belanda
menganut cara pemerintahan di kerajaan-kerajaan tradisional di
Indonesia, yaitu kerja paksa. Kerja paksa yang berlebihan, misalnya
tempatnya jauh dan membutuhkan waktu yang lama, menyebabkan
para petani tidak mungkin mengerjakan tanahnya sendiri. Sewaktu
melakukan kerja paksa itu, para petani itu masih menyediakan
makanannya sendiri, namun juga pernah menerima rangsum dari
pemerintah Belanda.
Monopoli Belanda itu juga menyebabkan terjadinya
penyelundupan dan perompakan di laut. Kedua peristiwa itu sangat
merugikan perdagangan Belanda. Keuntungan yang diperoleh dari
penyelundupan itu sangat besar dibanding dengan bahaya yang
dihadapi. Di sisi lain, angkatan laut Belanda tidak mungkin mengawasi
seluruh perbatasan laut dalam waktu yang sama. Ini berarti bahwa
angkatan laut Belanda tidak cukup untuk mengawal monopoli Belanda.
Biasanya para penyelundup itu juga bertindak seperti bajak laut
yang merompak kapal-kapal Belanda dan merampok kapal-kapal
dagang Indonesia. Belanda kewalahan menghadapi masalah ini karena
angkatan laut Belanda sangat terbatas.
3 Clive Day, The Dutch in Java, Kualalumpur,Offord University Press, 1966, hal. 51.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
d. Menjaga monopoli terhadap tanaman-tanaman.
Di samping menjaga stok barang, Belanda juga menjaga
tanaman-tanaman agar hasilnya tidak melebihi permintaan pasar,
terutama tanaman rempah-rempah di Maluku, gula dari Jawa dan lada
dari Aceh. Untuk menjaga tanaman rempah-rempah di Maluku, Belanda
melakukan pelayaran Hongi yaitu pelayaran bersenjata untuk
memusnahkan tanaman-tanaman rempah-rempah yang dianggap
melanggar aturan.
Di samping biaya pengawasan juga mahal dan menimbulkan
dendam dari penduduk yang dirusak tanamannya, di sisi lain Perancis
dan Inggris menggalakkan penanaman pohon-pohon tersebut di tanah
jajahan mereka. Tidak lama kemudian Sri Lanka dan di India sudah
menghasilkan kayu manis dan bunga cengkih untuk orang-orang
Inggris. Sedangkan tempat pengumpulan rempah-rempah Inggris di
Bangkahulu dapat memperoleh rempah-rempah dari pedagangpedagang
setempat. Dengan demikian VOC sekali lagi mengalami
kerugian.4
2. Cara kerja yang tidak efektif dan efisien.
Pada mulanya VOC itu dimaksudkan sebagai badan
perdagangan semata-mata. Ada bukti yang menunjukkan bahwa ketika
VOC betul-betul menjalankan usaha perdagangan, VOC mendapat
keuntungan yang secukupnya. Tetapi setelah VOC itu berubah menjadi
badan pemerintah, maka anggaran pemerintahan atas seluruh wilayah
kekuasaannya melebihi keuntungan yang diperoleh. Oleh karena
susunannya tidak baik, maka timbullah beberapa keburukan yang
menyebabkan kerugian yang besar. Pegawai-pegawainya diangkat
berdasarkan keinginan para pejabat VOC sehingga tidak berdasarkan
profesinya.
Pegawai-pegawai yang tidak the raight man on the raight place
tersebut hanya diberi gaji kecil dan diberi kesempatan untuk
memperoleh tambahan gaji secara tidak resmi. Akibatnya terjadilah
perdagangan pribadi dari pegawai yang paling rendah sampai
Gubernur Jenderal.
Sementara pegawai-pegawai dan pejabat-pejabat VOC
memperoleh banyak penghasilan, namun tidak seperti halnya dengan
rakyat jajahan. Bagi pejabat VOC yang penting adalah bisa bersahabat
dengan raja-raja setempat supaya memperoleh monopoli perdagangan.
4 Gilbert Khoo, op. cit., hal. 20.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Itulah sebabnya perlawanan rakyat Indonesia tidak henti-hentinya
sambung-menyambung mulai dari perlawanan Sultan Agung, Sultan
Hasanudin, Trunajaya, Sultan Ageng, Untung Surapati, Raden Mas Said,
dan Pangeran Mangkubumi.
Dengan adanya perlawanan dan penaklukan daerah-daerah baru
menyebabkan kas VOC semakin berkurang. Namun gaji yang rendah
juga mendorong terjadinya korupsi besar-besaran sehingga keuntungan
VOC semakin habis. Jadi, para pegawai VOC semakin memperkaya diri
sementara keuntungan VOC hanya cukup untuk mempertahankan
kongsi dagang tersebut.
Ada beberapa cara bagi para pegawai VOC untuk memperkaya
diri, yaitu:
a. Karena jabatan-jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi
dapat dibeli, maka pegawai-pegawai VOC itu dapat memegang
dua jabatan atau lebih supaya gajinya lebih besar.
b. Pegawai-pegawai VOC menjual barang-barang kepada VOC
dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang dibayar
kepada orang Indonesia.
c. Mereka mencuri barang-barang dari gudang-gudang VOC dan
membagi-bagikan barang-barang yang akan dikirim itu kepada
sesama pegawai VOC.
d. Sewaktu akan mengirim barang, timbangan-timbangan dilakukan
secara tidak betul sehingga terjadi sisa barang yang kemudian
dijadikan milik pribadi.
e. Para pegawai itu berdagang barang-barang seperti beras dan
candu yang telah ditetapkan oleh VOC sebagai barang-barang
dagangan monopoli VOC.
f. Mereka memungut sumbangan dari orang-orang Indonesia.
g. Mereka menerima tips untuk pertolongan yang mereka berikan,
walaupun sebenarnya itu tugas mereka.
h. Mereka mempergunakan kemudahan-kemudahan VOC untuk
menjalankan perdagangan pribadi.
i. VOC mendapat bagian dari sisa-sisa yang telah dikorupsi oleh
para pegawai. Pegawai-pegawai itu bersekongkol dengan orangorang
Indonesia untuk mengelabui VOC.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
3. Saingan Perdagangan
Mula-mula Belanda menghadapi persaingan Portugis dan
Inggris. Perdagangan Portugis akhirnya dapat dilumpuhkan, sehingga
tinggal berbentuk perdagangan perorangan dan tidak membahayakan
lagi. Sedangkan Inggris yang pada awalnya dapat didesak, namun
karena menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, maka akhirnya
justru menjadi pesaing Belanda yang utama dari Eropa.
Pedagang-pedagang Inggris dan pedagang-pedagang Asia dapat
masuk ke kawasan-kawasan perdagangan VOC. Mereka menawarkan
harga-harga barang yang lebih murah, sehingga membahayakan
perdagangan Belanda. Karena itu Belanda berusaha keras agar Inggris
tidak memiliki wilayah perdagangan di Indonesia, akibatnya baru tahun
1795 Inggris memperoleh kedudukan di pulau Penang.
Di samping Inggris, orang-orang Bugis dengan pusat
perdagangannya di Riau juga menjadi saingan yang hebat terhadap
perdagangan Belanda. Perselisihan-perselisihan politik yang disebabkan
oleh keikutsertaaan Belanda di pihak Perancis dalam Perang
Kemerdekaan Amerika (1774-1783), mengakibatkan semakin
terancamannya kedudukan Belanda di Indonesia oleh Inggris.
Pertempuran-pertempuran laut antara gabungan Inggris-Belanda
melawan Perancis dalam tahun 1780-1784 semakin memperberat beban
keuangan yang ditanggung Belanda.
4. Kemerosotan Perdagangan VOC
Kemerosotan ini tentu saja disebabkan oleh persaingan dari
pedagang-perdagang lain dan juga sebagai akibat dari keburukan sistem
monopoli VOC. Clive Day berpendapat bahwa saingan perdagangan
merupakan sebab utama kemerosotan perdagangan VOC dalam abad
ke-18.5
Adapun sebab lain yang menyebabkan kemerosotan
perdagangan VOC itu adalah sistem monopoli. Perdagangan VOC
mulai merosot dengan hebatnya pada permulaan abad ke-18, yaitu
sewaktu Belanda memperoleh kekuasaan yang semakin luas di
Indonesia sehingga mengubah dirinya dari dagang ke politik. Apabila
VOC tetap pada tujuan aslinya yaitu dagang (membeli dan menjual di
pasar-pasar terbuka), maka uangnya tidak habis untuk membiayai
pemerintahan dan peperangan.
Pada pertengahan abad ke-18, Belanda di Jawa hampir-hampir
5 Clive Day, op. cit., hal. 77
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
sudah gulung tikar, karena kehabisan kas. Untuk menghadapi bahaya
kebangkrutan itu, Belanda meningkatkan usaha pengangkutan dan
menggalakkan simpanan untuk meningkatkan modal agar mampu
membiayai perdagangan internasional. Dengan demikian uang mulai
terkumpul kembali.
Sistem pengangkutan dan simpanan ini didasarkan kepada
kenyataan bahwa Belanda ialah tuan bagi orang-orang Indonesia dan
mereka memerlukan tanaman-tanaman tertentu untuk dijual di pasarpasar
lain. Dengan demikian rakyat dipaksa menjual hasil yang tertentu
tiap-tiap tahun kepada Belanda. Hasil-hasil itu dibayar dengan harga
yang rendah dan yang ditentukan oleh VOC.
Rakyat Indonesia juga terpaksa membiarkan sebagian dari
tanaman mereka tiap-tiap tahun sebagai upeti. Penyerahan paksa yang
mereka namakan simpanan itu ditentukan besarnya. Sistem ini sangat
menguntungkan VOC, tetapi mengundang kebencian rakyat.
Sementara itu barang-barang impor yang dimasukkan Belanda
ke Indonesia, seperti kain, yang diharapkan akan terjual, ternyata rakyat
tidak mampu membelinya lantaran daya beli yang sangat lemah.
Akibatnya, perdagangan Belanda semakin kecil sementara kekuasaan
politik mereka semakin bertambah besar.
5. Besarnya biaya untuk menghadapi perlawanan-perlawanan rakyat.
Pada waktu keuntungan semakin berkurang dan biaya
pemerintahan semakin bertambah, VOC harus menghadapi
perlawanan-perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia. Kondisi
keuangan Belanda yang paling rendah terjadi pada pertengahan abad
ke-18. Oleh karena itu perlawanan Bugis di Riau tahun 1783-1784
hampir dapat mengusir Belanda dari kota Malaka. Kota Malaka dapat
diselamatkan oleh pasukan van Braam yang tiba tepat pada waktunya.
Peperangan dengan Mataram, Banten, Makasar, bahkan juga
campur tangan Belanda dalam perang perebutan tahta di Mataram
sampai tiga kali, terutama perang melawan Raden Mas Said dan
Pangeran Mangkubumi, menelan banyak biaya. Beban keuangan itu
semakin diperparah apabila perlawanan tersebut muncul bersamaan,
seperti perang perebutan tahta di Jawa dan di Banten.
6. Pembagian keuntungan yang mengecewakan terhadap pemegang
saham
Dalam membagikan keuntungan kepada para pemegang saham
dalam kongsi dagang Belanda itu berlangsung secara tidak transparan.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Hal ini terpaksa dilakukan oleh VOC karena kongsi dagang itu berusaha
untuk menyehatkan kembali keuangannya sehingga dapat melepaskan
diri dari kebangkrutan.
Dalam pembagian keuntungan itu, kadang-kadang VOC
memberikan keuntungan 50% dari modalnya pada saat kongsi itu tidak
mendapat untung. Kebijakan itu menyebabkan para pemegang saham
menyangka bahwa VOC adalah kongsi dagang yang menguntungkan
bagi penanam modal.
Sewaktu perdagangan VOC mendapat sedikit keuntungan, para
pemegang saham itu justru tidak diberi apa-apa. Akibatnya
ketidaktransparanan itu mengundang penafsiran bahwa VOC menipu
para pemegang saham. Ternyata dengan memberikan keuntungan yang
besar pada saat VOC merugi dan akibatnya hutang VOC semakin besar.
7. Perang Inggris-Belanda dan Perancis 1780-1784
Permusuhan Inggris-Belanda dan Perancis dalam tahun 1780-
1784 ternyata merupakan pukulan yang terakhir terhadap keuangan
VOC. Perdagangan Belanda terhenti di semua kawasan akibat
pengepungan Angkatan Laut Inggris yang sangat kuat, bahkan VOC
terblokade. Sebagai akibat pula, maka dana yang dikeluarkan untuk
menghadapi Inggris itu terlampau besar untuk ditanggung oleh kongsi
dagang yang sedang pailit itu.
Menurut Harrison, VOC tidak pernah pulih dari penderitaan
perang tahun 1780-1784 itu. Dalam peperangan ini, pengiriman barangbarang
dengan kapal-kapal pedagang Belanda tidak dapat lagi
dilakukan karena hancurnya angkatan laut Belanda dalam pertempuran
di Dogger Bank pada tahun 1781.6
Sebab-sebab merosotnya dan jatuhnya VOC mengambil waktu
yang lama. Benih kemerosotan itu mengambil waktu 100 tahun untuk
akhirnya meruntuhkan kekuasaan imperium perdagangan Belanda.
Kritikan-kritikan yang hebat terhadap pelaksanaan monopoli itu baru
mulai timbul dalam tahun 1774. Tetapi oleh karena tidak ada jalan lain
lagi untuk memperoleh penghasilan yang tetap, maka sistem monopoli
itu terus dilanjutkan.
Bertolak dari sistem yang dijalankan itu, maka para pakar
berpendapat bahwa Belanda dengan VOC-nya bukan penjajah yang
kejam tetapi loba dan tamak. Keruntuhan VOC terus berproses akibat
buruknya pemerintahan dan perdagangan VOC akibat saingan dari
6 Brian Harrison, South-East Asia: a short History, New York, Macmillan, 1954,
hal. 154.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
lawan-lawannya. Namun menurut J.F. Cady, sebab utama keruntuhan
VOC itu adalah kemerosotan atau penurunan taraf kerja pegawaipegawainya.
7
Sementara itu pakar sejarah Asia Tenggara yang lain banyak
yang berpendapat bahwa sebab-sebab jatuhnya VOC yang utama karena
VOC gagal memperoleh keuntungan yang cukup untuk membiayai
perluasan wilayah. Hal ini bisa kita runut dari pendapat Harrison yang
menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh tidak pernah melebihi
biaya yang dikeluarkan. 8
Beberapa sebab yang menyebabkan kongsi dagang Belanda itu
mengalami kebangkrutan memang saling kait-mengkait. Jika dicoba
untuk dicari sebab utama kejatuhan VOC itu, maka banyak persoalan
baru yang muncul, ibarat menjawab pertanyaan: mana yang lebih dulu
ada, telur atau ayam?
Jatuhnya VOC itu juga menyebabkan penderitaan bagi para
penanam tanaman ekspor di Indonesia. Sebab dengan jatuhnya VOC itu
maka berubah pula sistem politik dan ekonomi di Indonesia. Para
penghasil tanaman ekspor harus mengikuti perubahan-perubahan harga
yang cenderung merosot. Keadaan ini menimbulkan kemerosotan
ekonomi yang hebat di kemudian hari.
Sesungguhnya pada pertengahan abad ke-18 Gubernur Jenderal
Gustaaf van Imholf melakukan usaha-usaha untuk mencegah
kemerosotan ekonomi itu. Ia mengusulkan agar perdagangan dalam
negeri dan perdagangan Asia dibuka untuk pedagang-pedagang
perorangan dengan Batavia sebagai pusatnya. VOC itu bisa
mendapatkan uang dengan memungut cukai terhadap kapal dagang
dan barang-barang yang dibawa ke situ. Di samping itu, pada tahun
1745 didirikan Persatuan Candu guna mencegah penyelundupan candu,
kemudian juga dilakukan perluasan perladangan di kawasan tanah
tinggi Betawi guna menolong peladang sekaligus menambah masukan
bagi VOC.
Dalam perkembangannya, rencana van Imholf tersebut gagal
karena meletusnya perlawanan Mangkubumi dan Raden Mas Said
(1749-1757), serta Perang Banten. Setelah perang selesai, tahun 1757
Belanda melanjutkan usahanya lagi, yaitu dengan membina hubungan
yang baik dengan raja-raja agar bisa kerjasama dengan mereka.
Penanaman kopi dan tebu digalakkan, kemudahan-kemudahan
7 J.F. Cady, South-East Asia Its Historical Development, New York, McGraw-Hill,
1964, hal. 228.
8 Brian Harrison, op. cit., hal.164.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
pengangkutan dimajukan, dan pegawai-pegawai VOC dinaikkan
gajinya. Tetapi hutangnya bertambah karena VOC membayar
keuntungan yang tinggi sedangkan kongsi itu tidak mampu berbuat
begitu, sementara beberapa peperangan dengan raja-raja semakin
menguras keuangannya.
Peperangan-peperangan Napoleon di Eropa mengakibatkan
perubahan pemerintahan di Nederland. Pada saat itu ternyata VOC
sudah tidak dapat lagi melunasi hutangnya dan sedang porak-poranda
pula. Hutangnya berjumlah 134 juta gulden. Akibatnya pada tanggal 31
Desember 1799 VOC pun dibubarkan. Kekuasaan terhadap semua tanah
jajahannya diambilalih oleh Kerajaan Belanda.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah
Belanda ( Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai
pemerintah kolonial Belanda tersebut. Hutang VOC juga menjadi
tanggungan pemerintah Belanda. Dengan demikian sejak 1 Januari 1800
Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia
disebut Hindia Belanda.
C. Indonesia Setelah Pergantian Kekuasaan
Setelah Indonesia menjadi Hindia Belanda, maka pemerintah
Belanda mengangkat seorang Gubernur Jenderal di Hindia Belanda,
yaitu van Overstraten. Ia berhasil menangkis serangan Inggris yang
dipimpin Admiral Ball. Hal ini berkat bantuan raja-raja Jawa. Namun
ancaman Inggris semakin meningkat.
Kalau kepentingan-kepentingan Belanda pada masa VOC
terbatas pada kepentingan perdagangan, maka dalam periode ini
Belanda mulai mengutamakan kepentingan politik. Belanda merebut
supremasi perdagangan dari orang-orang Portugis, teristimewa
perdagangan monopoli rempah-rempah. Kepentingan agama dan
ekonomi membawa orang-orang Portugis ke dunia Timur, tetapi tidak
lama kemudian kepentingan perdagangan menjadi lebih utama
daripada kepentingan agama, dan dengan kedatangan orang-orang
Belanda perdagangan itu menjadi tujuan yang utama.
Keinginan akan monopoli mendorong VOC melakukan
penaklukan-penaklukan untuk merebut perdagangan rempah-rempah.
Tujuan utama mengkonsentrasi perdagangan rempah-rempah itu
lambat laun bergeser menjadi mengembangkan perkebunanperkebunan
besar yang hasilnya sangat laku di pasaran Eropa, seperti
kopi, teh, gula, lada dan lain-lain.
Sistem eksploitasi dan monopoli tetap dipertahankan sewaktu
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
pemerintah Belanda mengambil alih administrasi VOC. Sampai
pertengahan abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda memang masih
menganggap perdagangan sebagai kepentingan fundamental,
sedangkan kepentingan politik dan militer dianggap kurang esensial.9
Dalam kaitan dengan permasalahan tersebut ada dua soal yang
perlu diterangkan. Pertama, dalam periode sebelum tahun 1850
ekspansi Belanda dapat disamakan dengan kolonialisme dalam arti
marxistis, karena ada akumulasi modal dan kelebihan produksi di
Negeri Belanda. Kedua, politik kolonial Belanda sesudah tahun 1850
harus diterangkan tidak hanya dari segi motif ekonomis saja, tetapi sifat
dan sebab-sebabnya harus juga dipelajari dari segi perluasan militer,
perluasan pegawai, perluasan politik dan agama, masing-masing
sebagai faktor penentu atau faktor pembantu.
Motif-motif ekonomis memang menguasai politik kolonial
Belanda, tetapi ini tidak berarti bahwa faktor-faktor lainnya boleh
diabaikan. Bahkan sebaliknya, beberapa faktor menunjukkan bahwa
sejarah imperialisme Belanda adalah manifestasi-manifestasi dari
idealisme politik dan agama.
Mereka yang berusaha menerangkan imperialisme Belanda
biasanya terperosok ke dalam kategori kaum diterminis ekonomis yang
berpendapat, bahwa kapitalisme adalah satu-satunya manifestasi yang
terorganisasi dari rezim kapitalis. Tidak dapat disangkal, bahwa
memang ada hubungan fungsional antara kekuatan ekonomis dan
politis, dan jelas bahwa perubahan-perubahan dan orientasi-orientasi
baru pada politik kolonial Belanda itu sesuai dengan terjadinya
tingkatan-tingkatan baru pada perkembangan ekonomi di Negeri
Belanda. Tetapi tidak boleh diabaikan, bahwa negarawan-negarawan
Belanda yang memegang pimpinan pandangan mereka tidak selalu
ditujukan kepada kepentingan-kepentingan ekonomis. Mereka itu
merupakan suatu mata rantai antara pelaksanaan yang senyatanya dari
suatu politik yang sudah tertentu, dan kecenderungan-kecenderungan
politik, ekonomi, dan sosial yang umum pada dewasa itu.
Dalam mendeskripsi pemerintah kolonial Belanda antara tahun
1800-1830, maka ada empat macam bidang garap yang dilakukannya.
Kecuali faktor ekonomi, fator-faktor lainnya adalah faktor politik, agama
dan sosial. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa liberalisme,
humanisme, kristianisme ikut serta dalam membentuk politik kolonial
9 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Koloniialisme sampai Nasionalisme, jilid 2, Jakarta, PT Gramedia,
1990, hal. 4.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
Belanda saat itu. Sudah cukup jelas sebab-sebab yang kompleks dari
imperialisme Belanda, sehingga pendekatan multidimensional sangat
diperlukan dalam studi kita tentang imperialisme Belanda tersebut.10
Sifat-sifat pokok dari politik kolonial Belanda dapat dicari
dengan jalan mempergunakan ukuran analisis lain dan dengan jalan
memperbandingkan dengan imperialisme negara-negara Eropa lainnya.
Belanda membutuhkan hasil-hasil daerah tropis dan mendapatkannya
harus secara pemungutan upeti, karena pada bagian pertama dari abad
ke-19 mereka tidak mempunyai barang-barang untuk diperjualbelikan.
Sebaliknya orang-orang Inggris, mereka ingin menjual kain-kain tenun.
Kain-kain ini sebagai hasil dari Revolusi Industri, di Asia dapat
diperjualbelikannya dengan harga yang lebih murah daripada kain
tenun buatan penduduk pribumi.
Perbedaan fungsi tanah-tanah jajahan itu berakar pada
perbedaan kondisi-kondisi ekonomis dari negeri-negeri induknya. Bagi
Inggris, dengan industrinya yang sudah maju, perdagangan lebih
menguntungkan dari pemungutan upeti, dan tanah-tanah jajahan
dianggap sebagai pasar yang menguntungkan.
Belanda, setelah didominasi oleh Perancis selama dua puluh
tahun, tidak mempunyai industri dan modal. Tanah jajahannya
dianggap sebagai penghasil barang-barang ekspor yang dibutuhkan
untuk perdagangannya. Pada penghabisan abad ke-19 politik ini diganti
dengan politik kesejahteraan, karena kepenttingan-kepentingan
perdagangan ingin menciptakan suatu pasar di tanah jajahan dengan
daya beli yang cukup besar.
Bertolak dari pembahasan tersebut di atas, jelaslah bahwa
kepentingan-kepentingan di Indonesia sebagai tanah jajahan tergantung
pada negeri induk, tidak menjadi soal politik kolonial apakah yang
berlaku. Hanya mengenai caranya mencapai tujuan ada perbedaan
antara ide dan politik Belanda, bahwa daerah-daerah taklukan harus
memberi keuntungan material bagi Belanda, keuntungan yang memang
menjadi tujuan penaklukannya.
Pendapat umum tentang tanah jajahan memang membenarkan,
bahwa negeri induk itu mempunyai hak moral untuk menikmati segala
keuntungan sebagai upah memerintah tanah jajahannya. Orang
beranggapan bahwa surplus yang besar bagi perbendaharaan negeri
induk adalah sesuai dengan kepentingan yang pokok dan permanen
dari tanah-tanah jajahan.
Ideologi-ideologi politik yang besar di Eropa pada abad ke-19
10 Ibid, hal. 5.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
sangat berpengaruh pada imperilaisme dan politik kolonial Belanda.
Liberalisme mulai berkembang di negeri Belanda pada periode sesudah
Napoleon dan berhasil mengubah struktur politik pada kira-kira
pertengahan abad itu.
Dalam masa empat puluh tahun berikutnya lahirlah politik
kolonial yang lazim disebut politik kolonial liberal. Menjelang
berakhirnya abad itu, sosialisme tumbuh sebagai kekuatan baru dalam
politik Belanda dan segera tampil sebagai pendekar antikolonialisme.
Di dalam menyerang imperilisme, kritik mereka berbeda sekali
dengan kritik kaum liberal. Pada pokoknya kaum sosialis mengutuk
semua politik imperialisme sebagai alat kapitalisme, sedang kritik-kritik
kaum liberal hanya mengenai detail-detail dari politik kolonial.
Posisi Negeri Belanda di dalam percaturan politik internasional
mempunyai arti penting. Dapat dikatakan, bahwa karena perlindungan
Inggrislah Belanda dapat mempertahankan posisinya di tanah seberang.
Hal ini membawa akibat, Inggris dengan leluasa dapat mendesakkan
sistem perdagangan bebas dan politik pintu terbuka untuk berdagang
dan membuka perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Akhirnya, issue ekspansi kolonial pada semua kekuasaan
kolonial sebenarnya adalah soal dari partai-partai politik dan taktiktaktik
parlementer. Kerap kali persoalan kolonial itu bertautan dengan
persoalan-persoalan lain. Sudah jelas bahwa pada abad ke-19 di Negeri
Belanda opini umum dianggap sebagai hal yang benar. Ketidaktahuan
rakyat tentang tanah-tanah jajahan bukanlah hal yang aneh dan orang
tidak boleh berharap bahwa mereka akan menaruh perhatian kepada
negeri-negeri asing yang ada di luar pengetahuannya.
Menyimak proses pemerintah kolonial Belanda di Indonesia
awal abad ke-19, terbukti bahwa golongan idealis dan segolongan
rakyat yang mempunyai kepentingan di tanah-tanah jajahan sangat
berperan dalam pemerintahan. Kedua golongan itu mempunyai
pengaruh politik, oleh karena ikut menentukan dalam membentuk
sebagian besar politik kolonial.
D. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka tampaklah bahwa latar
belakang terjadinya pergantian kekuasaan karena VOC bangkrut.
Karena itu pada tahun 1800 di Indonesia telah terjadi pergantian
kekuasaan dari tangan VOC ke tangan pemerintah Belanda. Mulai tahun
1800 itu pula Indonesia dikuasai langsung oleh Pemerintah Belanda,
sehingga Indonesia dikenal sebagai Hindia Belanda. Sejak itu kekayaan
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
atau bahkan hutang-hutang VOC diambil alih oleh Pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda melanjutkan politik tradisional VOC dengan tujuan
memperoleh penghasilan sebagai upeti dan laba perdagangan,
semuanya demi keuntungan Negeri Belanda, dengan cara politik dan
administrasi VOC dijalankan suatu sistem pemerintahan tidak langsung,
pembesar-pembesar pribumi tetap mengurusi perkara-perkara pribumi
dan agen-agen Belanda dikuasakan mengawasi tanaman wajib yang
hasilnya untuk pasaran Eropa.
Dengan sendirinya penyelewengan-penyelewengan yang
terdapat pada sistem ini tidak dapat dihindari, misalnya, permintaan
pegawai-pegawai Belanda yang melampaui batas atau pemerasan dari
pembesar-pembesar pribumi. Sejak semula politik kolonial konservatif
ini sudah mendapat kritikan pedas dari golongan liberal, yang
menganjurkan suatu sistem pemerintahan secara langsung berdasarkan
prinsip liberal dan perdagangan serta inisiatif swasta.
Politik kolonial liberal yang digelar sejak 1 Januari 1800
dijalankan oleh Gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal
Daendels. Sedangkan sistem liberal baru mendapat kesempatan untuk
pertama kalinya pada zaman Raffles (Inggris) yang hanya berlangsung
selama 5 tahun (1811-1816), sebab setelah itu Indonesia dikuasai kembali
oleh Belanda.
Daftar Pustaka
Cady, J.F., South East Asia a History Development, New York, Mc Graw
Hill, 1964.
Day, Clive, The Dutchin Java, Kualalumpur, Oxford University Press,
1966
Harrison, Brian, South East Asia a Short History, New York, Macmillan,
1954.
Khoo, Gilbert, Sejarah Asia Tenggara Sejak 1500, Kualalumpur, penerbit
Fajar Bakti, SDN BHD, 1976
Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Sosiologis
Sampai akhir Abad XIX, Jakarta, Pradnya Paramita, 1984.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, Jakarta, PT
Gramedia, 1980.
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007
~~~~~
SPPS, Vol. 21, No. 1, April 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar